LAPORAN
AKHIR PRAKTIKUM
EKOLOGI
TANAH DAN TANAMAN
SURVEI
LANGSUNG EKOLOGI HUTAN BIOLOGI UNAND
UNTUK
MELIHAT SEBARAN FAUNA DAN BIOMASSA
NAMA
: SARI PERMATA WAHYUNI
BP : 1110212017
KELAS : B
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Allah S.W.T dimana atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Laporan Akhir Praktikum Ekologi Tanah dan Tanaman ini.
Laporan ini disusun ini disusun
sebagai tugas akhir dari Praktikum Ekologi Tanah dan Tanaman yang diberikan
oleh Bapak Prof.Dr.Hermansyah MSc. Selaku dosen sekaligus
Penangggung Jawab Praktikum tersebut. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hermansyah M.Sc yang telah
banyak memberikan bantuan dan pengarahannya selama praktikum ini. Terima kasih
juga disampaikan kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan laporanl ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini
jauh dari kesempurnaan dan masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini,
sehingga bermanfaat dalam pelaksanaan praktikum.
Padang, April 2013
Penulis
Sari Permata Wahyuni
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan
mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan. Ekologi
Hutan adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara mahluk hidup dengan
lingkungan, hubungan ini sangat erat dan komplek sehingga menyatakan bahwa
ekologi adalah biologi lingkungan (Eviromental biology).
Ekologi
berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Ruang
lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem. Pembahasan
ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik.
Tanah
sebagai faktor abiotik merupakan tempat tinggal untuk bermacam- macam binatang
kecil yang disebut fauna tanah. Fauna ini melakukan proses pembusukan sisa
tanaman sehingga menjadi unsur hara dan menggali lubang serta terowongan yang
menyebabkan terbentuknya saluran peredaran air dan udara di dalam tanah .
Keanekaragaman
biota dalam tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kualitas tanah.
Setiap hektar lahan kering umumnya dihuni lebih dari 20 grup fauna tanah, dan
aktivitas setiap grup fauna memberikan pengaruh yang khas terhadap lingkungan
lahan/ tanah. Aktivitas beberapa grup fauna tanah dapat menguntungkan bagi
tanaman, seperti dekomposisi serasah pepohonan oleh beberapa organisme dan
mikroorganisme pengurai.
Lapisan serasah atau lantai hutan merupakan seluruh
bahan organik mati yang berada di atas permukaan tanah. Serasah atau sisa
biomassa menjadi sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki
kualitas tanah. Selain itu serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat
melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan.
Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik
tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk
sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
untuk
1. Membandingkan
jumlah makrofauna hutan dan semak di Hutan Biologi Unand
2. Membandingkan
jumlah biomassa hutan dan semak di Hutan Biologi Unand
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel Tanah.
Hutan Biologi (Raya) Universitas Andalas merupakan bagian
dari lahan kampus yang terletak di bukit Karimuntiang desa Limau Manis yang
berada lebih kurang 13 km disebelah
timur kota Padang.Hutan Biologi ini terletak
di kawasan Kampus
Universitas Andalas Limau
Manis yang tergolong hutan hujan tropis dataran rendah, terletak pada
ketinggian 250-460 meter di atas
permukaan
Imbang (1993) menyatakan bahwa curah hujan di daerah ini
sangat tinggi dan tersebar merata sepanjang tahun. Dengan curah hujan rata-rata
bulanan untuk dua bulan berturut – turut lebih besar dari 400 mm. Tipe iklim di
kebun percobaan ini adalah tipe A, berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan
Ferguson (1951). Daerah ini merupakan suatu daerah dengan curah hujan tertinggi
di Sumatra Barat.
Hutan ini berukuran lebih kurang 150 hektar, yang juga
dijadian sebagai tempat konservasi ex-situ dan sumber daya genetik. Terdapat
sekitar 100 plot yang dijadikat tempat penelitian oleh institusi.
2.2 Deskripsi
Fauna Tanah
Organisme
tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk hidup, baik hewan
(fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada dalam sistem
tanah. Fauna tanah merupakan salah satu
makhluk hidup heterotrof yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk
hidup produsen utama di dalam tanah (Richards, 1974).
Sebuah
klasifikasi umum mengkelaskan ukuran fauna tanah berdasarkan panjang tubuhnya: mikrofauna, mesofauna,
makrofauna dan megafauna. Klasifikasi
ini mencakup rentang ukuran dari yang terkecil sampai terbesar. Lebar tubuh fauna itu berhubungan dengan
mikrohabitatnya (Coleman et al., 2004).
(1) Mikrofauna, memiliki rentang ukuran tubuh 20
μm sampai 200 μm. Hanya ada satu
kelompok pada kategori ini, yaitu Protozoa, meskipun ukuran terkecil dari Tungau, Nematoda, Rotifera, Tardigrada
dan Crustacea dapat
dimasukkan pada rentang ukuran tubuh ini.
(2) Mesofauna, memiliki rentang ukuran tubuh 200
μm sampai 1 cm. Kelompok Mikroarthropoda
(Acari/tungau dan Collembola) adalah anggota penting dalam grup ini yang juga
meliputi Nematoda, Rotifera, Tardigrada serta sebagian besar kelompok Araneida (laba-laba),
Chelonethi (kalajengking), Opiliones Enchytraeidae, larva serangga, ukuran
terkecil dari kaki seribu dan Isopoda.
(3) Makrofauna, memiliki ukuran tubuh lebih dari
1 cm. Kategori ini meliputi kelompok
Lumbricidae, Mollusca, serangga, Arachnida yang berukuran besar dan vertebrata kecil penghuni tanah.
Beberapa fauna tanah merupakan herbivora, karena mereka
memakan langsung akar tanaman hidup,
tetapi paling banyak yang memakan bahan tanaman
mati, mikroba yang berasosiasi dengan akar tanaman mati, atau kombinasi
dari keduanya. Fauna tanah lainnya
adalah karnivora, parasit dan predator (Coleman et al., 2004).
Selain itu pengelompokan fauna tanah didasarkan
keberadaannya di dalam tanah dibagi menjadi empat kategori, yaitu transient,
temporary, periodic dan permanent.
Pengelompokan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokkan Fauna Tanah Berdasarkan
Keberadaan di dalam Tanah
Kategori
|
Keterangan
|
Contoh Fauna
|
Transient
|
Fauna yang meletakkan
telur dan kepompongnya di dalam tanah,
tetapi ketika masuk tahap kehidupan
yang aktif tidak lagi berada di dalam
tubuh tanah
|
Beberapa insekta
|
Temporary
|
Awal kehidupan aktifnya berada di dalam tanah, sedangkan kehidupan selanjutnya berada di luar tanah
|
Larva dari insekta
|
Periodic
|
Fauna yang sering sekali
keluar masuk tanah
|
Bbrapa insekta
|
Permanent
|
Seluruh siklus hidupnya berlangsung di
dalam tanah
|
Collembola, Acari
|
Sumber: Hole (1981) dalam Ma'shum et al.
(2003)
2.3 Peranan
Fauna Tanah
Wardle (2002) dalam Coleman et al.
(2004) mengemukakan tiga tingkat
partisipasi fauna tanah terhadap proses terbentuknya tanah. Sebagai
˝perekayasa ekosistem˝, seperti cacing
tanah, rayap dan semut dapat mengubah struktur fisik tanah serta mempengaruhi ketersediaan nutrisi
dan aliran energi bagi organisme lain.
Sebagai ˝transformator serasah˝, seperti microarthropods, fragmen serasah yang
membusuk dapat meningkatkan ketersediaan mikroba. Sebagai ˝mikrojejaring
makanan˝, termasuk kelompok mikroba dan mikrofauna predator (Nematoda dan Protozoa). Ketiga tingkat
partisipasi ini beroperasi pada ukuran,
tata ruang dan skala waktu yang berbeda.
Serangga
pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Banyak jenis serangga
yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu
pemukiman atau sarang, pertahanan dan
makanan. Tanah diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya
oleh hasil ekskresi dan tubuhtubuh serangga yang mati. Serangga tanah
memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah
kandungan bahan organiknya (Borror et al., 1992).
Fauna
tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam perombakan zat atau
bahan-bahan organik dengan cara : (1) Menghancurkan jaringan secara fisik dan
meningkatkan ketersedian daerah bagi aktivitas bakteri dan jamur, (2) Melakukan
perombakan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, (3)
Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, (4) Menggabungkan bahan yang membusuk
pada lapisan tanah bagian atas, dan (5) Membentuk bahan organik dan bahan
mineral tanah (Barnes, 1997).
Menurut
Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya
adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau.
Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagau residu tanaman akan mengalami proses
dekompososo sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat
dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam dinamika ekosistem alam.
Suharjono
(1997) menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai
petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Fauna tanah
memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror
dkk, 1992). Pengaruh fauna tanah terhadap sifat
tanah dalam ekosistem dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Pengaruh Fauna Tanah terhadap Sifat Tanah dalam Ekosistem
Fauna Tanah
|
Aktivitas
|
Pengaruh terhadap Tanah
|
Mikrofauna
|
Mengatur populasi bakteri
dan fungi
Perombakan unsur hara
|
Mempengaruhi struktur agregat
tanah dan berinteraksi dengan
mikroflora
|
Mesofauna
|
Mengatur populasi fungi dan
mikrofauna
Perombakan unsur hara
Menghancurkan sisa
tanaman
|
Menghasilkan fecal pellets
Menciptakan biopore
Meningkatkan humifikasi
|
Makrofauna
|
Menghancurkan sisa
tanaman
Merangsang kegiatan
mikroorganisme
|
Mencampurkan bahan organik
dan bahan mineral
Penyebaran bahan organik dan
mikroorganisme
Menciptakan biopore
Meningkatkan humifikasi
Menghasilkan fecal pellets
|
Sumber: Hendrix et al. (1990) dalam Coleman et al.
(2004)
2.4 Indeks
Diversitas (Keanekaragaman) Fauna Tanah
Odum
(1993) dalam Wulandari (1999), menyatakan bahwa ada beberapa parameter yang
dapat diukur untuk mengetahui keadaan suatu ekosistem, misalnya dengan melihat
keadaan nilai keanekaragaman. Keanekaragaman fauna tanah dapat dilihat dengan
menghitung indeks diversitasnya. Ada dua faktor penting yang mempengaruhi
keanekaragaman serangga tanah, yaitu kekayaan spesies dan kemerataan spesies.
Pada komunitas yang stabil indeks kekayaan jenis dan indeks kemerataan jenis
tinggi, sedangkan pada komunitas yang terganggu karena adanya campur tangan
manusia kemungkinan indeks kekayaan jenis dan indeks kemerataan jenis rendah.
Untuk
mengetahui kelimpahan, biomassa dan keanekaragaman fauna tanah serta aktivitasnya
di hutan, kebun dan sawah tadah hujan dapat dievaluasi dengan berbagai metode
seperti Litterbag dan Bait lamina.
2.4.1 Faktor
yang mempengaruhi Aktivitas Fauna Tanah
Aktivitas
fauna tanah pada umumnya dipengaruhi oleh pH, kelembaban dan suhu tanah,
reproduksi dan metabolisme, kandungan bahan organik (Wallwork, 1970) serta kehadiran pesaing,
pemangsa dan struktur tanah
(Purwowidodo, 2005) Agroekosistem dengan pengolahan lahan yang secara
fisik mempengaruhi agregasi tanah juga mempengaruhi dinamika organisme tanah.
Pengaruh penghancuran agregat tanah dalam pengolahan berkaitan erat dengan
peningkatan laju dekomposisi bahan organik yang akhirnya berkaitan dengan
aktivitas biota tanah. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas
organisme tanah adalah ketersediaan hara dalam tanah, air tanah, atmosfer
tanah,potensi redoks tanah, kemasaman (pH) tanah, temperatur tanah dan cahaya
dalam tanah (Makalew, 2001).
Tian et al. (1997) menyatakan bahwa
bahan organik merupakan sumber energi
bagi fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi
mikrobiologi dalam tanah meningkat,
terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik. Fauna tanah berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi
atau pelepasan hara, bahkan ikut
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah. Mikro flora dan fauna
tanah saling berinteraksi karena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh.
2.4.2
Dekomposisi Bahan Organik
Bahan organik adalah semua fraksi
bukan mineral. Bahan organik merupakan
sisa tanaman dan binatang sebagian atau seluruhnya yang telah mengalami dekomposisi oleh jasad mikro tanah
(Soepardi, 1983). Dekomposisi bahan
organik yang lebih cepat terjadi pada suhu tinggi menyebabkan penurunan
ketersediaan serasah.
Serasah
adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi
lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukkan bahan
organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur, dan juga melalui
akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat
melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan.
Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik
tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk
sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan.
Dekomposisi
serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh organisme tanah (bakteri,
fungi dan hewan tanah) atau sering
disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang
berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana
(Sutedjo et al., 1991). Ma’shum et al. (2003) menyatakan proses dekomposisi
bahan organik di dalam tanah memiliki beberapa tahapan proses. Tahapan pertama
adalah tahap penghancuran bahan organik segar menjadi partikel yang berukuran
kecil-kecil yang dilakukan oleh cacing tanah dan makrofauna yang lain. Tahapan
selanjutnya yaitu tahapan transformasi, dimana pada tahap ini, sebagian senyawa
organik akan terurai dengan cepat, sebagian terurai dengan kecepatan sedang dan
bagian yang lain terurai secara lambat.
III. METODE
PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum
Ekologi Tanah dan Tanaman dilaksanakan pada hari Sabtu 2 Maret 2013 bertempat
di plot vegetasi semak dan plot No.30 Hutan Biologi Universitas Andalas. Serta
pengamatan Laboratorium di Laboratorim Fisika Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Andalas, Padang.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain: Sekop mini, monolit,kayu, tali
plastik, plastik sampel, oven, loupe, gelas piala, kain kasa, kamera
digital, ayakan, corong, timbangan analaitik, bola lampu, buku identifikasi
fauna tanah dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alkohol 70%.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik observasi lapang, dan
pengamatan di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian, Unand.
3.4 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian
ini adalah makrofauna tanah dan biomassa pada vegetasi semak dan vegetasi hutan
plot nomor 30 pada hutan Biologi Universitas Andalas, Padang.
3.5 Cara
Kerja
3.5.1.
Pengambilan Biomassa di lapangan
Tentukan terlebih dahulu lokasi
untuk pengambilan sampel. Petak lokasi berukuran 10 x 10 m yang dibatasi dengan
tali plastik pada vegetasi semak dan vegetasi hutan. Dalam petak lokasi ukur
permukaan tanah dengan panjang dan lebar 50 x 50 cm (posisi dipilih sendiri) kemudian
beri tanda dengan menancapkan beberapa kayu pada empat sisinya untuk
mempertegas batas petak sampel dalam petak lokasi. Kumpulkan semua biomassa
dari tanaman yang berada didalam petak sampel tersebut kedalam plastik sampel.
Beri label masing- masing plastik dengan nama plot 1 dan plot 2 untuk vegetasi
semak dan hutan.
3.5.2
Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan
Pada petak sampel yang sama tempat
pengambilan biomassa, dilakukan juga pengambilan sampel tanah. Pengambilan
sampel tanah ini dilakukan dengan menggunakan monolit yang dibenamkan kedalam
tanah hingga permukaan atas monolit sama datar dengan permukaan tanah. Kemudian
ambil sampel tanah tersebut dengan cara menggali pinggiran monolit dengan skop
mini sampai batas bawah monolit dan potong bagian bawah dengan pisau tajam
sehingga sampel tanah yang didapat berbentuk balok atau batangan. Masukan
sampel tanah kedalam plastik sampel dan beri label masing-masingnya. Untuk
lebih jelasnya lihat gambar 1.
Gambar 1.
Cara Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan
3.5.3
Pemisahan Kategori Dekomposisi Biomassa di Laboratorium
Selanjutnya sampel biomassa atau
serasah dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan pemisahan kategori dekomposisi.
Terdapat 3 kategori dekomposisi yaitu (1) fresh litter merupakan
daun,batang,bunga tanaman yang masih dalam keadaan utuh atau sedikit terpecah.
(2) Terfermentasi yaitu serasah telah memecah menjadi komponen – komponen yang lebih kecil
ukurannya dan melapuk. (3) Humifikasi yaitu serasah yang hampir terurai
sempurna dan menyatu dengan tanah. Serasah yang lolos ayakan merupakan kategori
terhumifikasi sedangkan yang tidak adalah kategori terfemntasi. Sedangkan untuk
kategori fresh litter dapat dilih secara langsung. Kemudian masing- masing
kategori ditimbang menggunakan timbangan analitik.
3.5.4. Identifikasi Fauna Tanah di
Laboratorium
Cara kerjanya timbang sampel tanah
yang telah diambil di lapangan untuk mengetahui berapa beratnya, lalu masukkan
kedalam sebuah corong tetapi sebelumnya sampel tanah tersebut telah dihancurkan
menjadi gumpalan- gumpalan tanah yang berukuran kecil agar muat didalam corong.
Letakkan gelas piala berukuran 100 ml dibagian bawah corong (bagian yang
lancip) yang telah diisi dengan lebih kurang 25 ml etanol. Gelas piala
digunakan sebagai penampung makrofauna tanah yang jatuh/keluar lewat bawah
corong. Tempatkan corong serta gelas piala tersebut dibawah sinar lampu neon
100 watt. Letakkan lampu neon ± 2 cm diatas corong. Lakukan pemanasan sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan untuk pengamatan dalam praktikum ini.
Selanjutnya lakukan
identifikasi terhadap jenis dan jumlah makrofauna yang turun/jatuh dari corong
kedalam cairan etanol didalam gelas piala.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah Makrofauna yang Ditemukan
Dari
hasil praktikum yang telah dilaksanakan di lapangan dan laboratorium didapatkan
jumlah makrofauna tanah yang terlihat pada tabel 3 berikut ini :
Tabel
3. Makrofauna Tanah yang Ditemukan pada
Masing-Masing Plot
Waktu Pengamatan
|
Jumlah (ekor)
|
Plot 1 (vegetasi semak)
|
Plot 2 (vegetasi hutan)
|
05
Maret 2013 12.00 am
|
12
|
10
|
06
Maret 2013 09.50 am
|
3
|
33
|
07
Maret 2013 11.30 am
|
8
|
10
|
08
Maret 2013 11.23 am
|
0
|
24
|
13
Maret 2013 11.40 am
|
26
|
61
|
Total
|
49
|
138
|
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah makrofauna pada plot 2 yang berada pada lokasi vegetasi
hutan lebih banyak dibandingkan plot 1
yang berada pada vegetasi semak. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
makrofauna tanah sangat bergantung pada faktor lingkungan. Suin (1997)
menjelaskan bahwa fauna tanah sangat ditentukan/ bergantung pada habitatnya
karena keberadaan dan kepadatan populasi dari suatu jenis fauna tanah disuatu
daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan kata lain keberadaan
dan kepadatan populasi dari suatu jenis fauna tanah disuatu daerah sangat
tergantung dari faktor lingkungan.
Dimana salah satu faktor tersebut adalah kandungan bahan organik tanah
(kandungan BO pada jenis vegetasi hutan > vegetasi semak).
Suin (1997) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
menetukan kepadatan organisme tanah adalah materi atau bahan organik. Materi
organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan, hewan organisme tanah, baik yang
telah terdekompisisi maupun yang sedang terdekomposisi. Dari Tabel 4. Data
hasil pengambilan biomassa (serasah) pada plot 1 (vegetasi semak) dan plot 2
(vegetasi hutan) terlihat bahwa jumlah total serasah vegetasi hutan jauh lebih berat daripada vegetasi semak.
Tabel
4. Penghitungan Berat Total Biomassa (serasah)
Kategori
|
Berat (gr)
|
Plot 1 (vegetasi semak)
|
Plot 2 (vegetasi hutan)
|
Fresh
|
18,73
|
33,28
|
Kayu
/ batang
|
25,25
|
207,36
|
Terfermentasi
(melapuk)
|
59,16
|
234,15
|
Humifikasi
|
6,23
|
11,20
|
Total
|
109,37
|
485,99
|
Terlihat bahwa berat total biomassa
pada vegetasi hutan jauh lebih besar daripada vegetasi semak pada satuan luasan
yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik yang jauh
lebih besar pada plot 2 (vegetasi
hutan). Produktivitas serasah penting diketahui dalam hubungannya dengan
pemindahan energi dan unsur-unsur hara dari suatu ekosistem. Adanya suplai hara
berasal dari daun, buah, ranting, dan bunga yang banyak mengandung hara mineral
akan dapat memperkaya tanah dengan membebaskan sejumlah mineral melalui
dekomposisi (Datmanto 2003).
Serasah atau biomassa tanaman menjadi sumber makanan bagi organisme
yang menjadi konsumen utama, begitu seterusnya hingga menjadi humus. Sehingga
semakin banyak jumlah total serasah dalam suatu luasan lahan, maka semakin
banyak pula sumber makanan untuk nutrisi pertumbuhan dan perkembangan fauna
tanah. Hardjowigeno (2007) menjelaskan bahwa suatu perubahan bahan organik
kasar menjadi humus hanya terjadi karena adanya organisme hidup di dalam atau
diatas tanah dan saling berhubungan satu sama lain dengan lingkungan dalam pem
bentukan humus tumbuhan yang merupakan produsen utama.
4.2 Identifikasi Makrofauna Tanah
Dari pengamatan yang telah dilakukan
di laboratorium, terdapat beberapa makrofauna yang dapat diidentifikasikan.
Makrofauna tersebut antara lain :
a)
Cacing
Cacing tanah merupakan fauna tanah yang umum
dijumpai, salah satu fauna tanah yang penting dan berpengaruh besar dalam
sistem tanah. Fauna tanah ini memiliki tubuh yang lunak, terdiri dari beberapa
segmen dan rentang ukuran tubuh yang luas, yaitu dari beberapa milimeter sampai
1 meter. Cacing tanah memproduksi kotoran (kasting) yang berpengaruh bagi
struktur tanah (Coleman et al., 2004). Iswandi (1990) menyebutkan
bahwa cacing tanah sangat sensitif terhadap kemasaman tanah. Cacing tanah
menyukai habitat yang lembab. Mereka memerlukan bahan organik dan akan hidup
baik di daerah yang dapat menyediakan banyak bahan organik (Soepardi, 1983).
b)
Semut dan Rayap
Semut terdapat hampir di semua habitat, dimulai dari
tempat yang lembab sampai panas (Wallwork, 1970). Semut dan rayap merupakan
serangga sosial yang hidup secara berkoloni dan membentuk sarang atau gundukan
tanah sebagai tempat berlindung. Biasanya jumlah koloni dari serangga sosial
ini terdiri dari ratusan, ribuan sampai jutaan individu (Wallwork, 1982).
Menurut Richards (1974), rayap dapat dikelompokkan berdasarkan makanannya,
yaitu rayap pemakan kayu, pemakan humus atau perombak organik dan pemakan
fungi. Rayap dapat hidup pada habitat yang kering.
c)
Coleoptera (kumbang)
Coleoptera merupakan
salah satu dari insekta yang tinggal di dalam atau di atas tanah dalam bentuk
larva dan dewasa. Kebanyakan merupakan hewan kecil predator, tetapi dapat juga
memakan bahan-bahan tumbuhan, jamur, alga, kayu, kotoran, bangkai dan
sebagainya. Jumlah kumbang sangat besar dan habitatnya bervariasi. Beberapa
spesies menghabiskan hidupnya di dalam sampah, sedangkan yang lainnya menggali
tanah dengan kedalaman beberapa sentimenter serta
membawa
kotoran atau bentuk bahan organik lainnya ke dalam tanah tersebut
(Adianto,
1993).
d)
Collembola dan Acari
Collembola hanya
ada pada keadaan yang lembab, tetapi beberapa dari mereka dapat tahan terhadap
kekeringan sampai batas tertentu. Makanan Collembola sangat bervariasi,
yaitu bakteri, jamur, hifa dan spora, mendekomposisi bahan organik, kotoran,
tanaman serta hewan. Collembola tidak berperan langsung dalam penyediaan
nutrisi tanah, tetapi mereka aktif dalam fragmentasi serasah tanaman dan dalam
hal ini dapat berperan langsung terhadap
tanah
(Richards, 1974).
Acari/tungau
merupakan fauna tanah yang keberadaannya paling banyak diantara fauna tanah
lainnya. Acari terdiri dari empat jenis, yaitu: Prostigmata, Mesostigmata,
Astigmata dan Cryptostigmata. Anggota tungau Prostigmata dan
Mesostigmata biasanya aktif berkembang di dalam tanah dan beberapa
diantaranya bersifat predator. Beberapa tungau Cryptostigmata berukuran
lebih kecil, pergerakannya lambat dan bersifat detritivor. Tungau Astigmata tidak
selalu berada di dalam tanah (Richards, 1974).
V.
KESIMPULAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan didapat kesimpulan adalah sebagai berikut :
Jumlah
makrofauna yang berhasil ditemukan lebih banyak berada pada vegetasi hutan
dibandingkan vegetasi semak.
Jumlah
kandungan bahan biomassa pada luas petakan yang sama lebih besar ditemukan pada
vegetasi hutan dibandingkan vegetasi semak sehingga kandungan bahan melapuk
akan lebih tinggi.
Faktor
lingkungan berperan sangat penting dalam menentukan berbagai pola penyebaran
fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik bekerja secara bersama- sama dalam suatu
ekosistem, menentukan kehadiran, kelimpahan, dan penampilan organisme.
5.2. Saran
Sebaiknya gunakan
Invertebrate Soil Key dan Classification Key untuk memudahkan identifikasi
jenis makrofauna tanah yang ditemukan
Lakukan
setiap praktikum dengan bersungguh-sungguh agar terasa manfaatnya bagi anda.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R.
D. And Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4 th
Edition. New York. John Wiley and Sons Inc.
Borror, D.J,. Triplehorn, C.A., dan
Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Terjemahan oleh
Soetiyono Partosoedjono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hole
FD, Mc-Cracken RJ. 1981. Soil Genesis
Classification. Iowa: Iowa State University Press.
Imbang, I. N. Dt. R. 1993. Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Unand di Limaumanis dan Lingkungannya. Stasiun
Penelitian Fakultas Pertanian Unand. Payakumbuh. 16 Hal.
Odum.
E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.
Purwowidodo.
1998. Mengenal Tanah Hutan (Penampang Tanah). Laboratorium Pengaruh
Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam
Kehutanan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antara Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor.
Soepardi,
G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suhardjono, Y. R. 1997. Perbedaan
Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga
Permukaan Tanah. Lampung : Prosiding Seminar Biologi XV.
Sutedjo dan Kartasapoetra AG. 2005. Pengantar
Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animals. London:
Mc.Graw-Hill.
LAMPIRAN
Petak Lokasi Vegetasi Semak(I) Petak Sampel(I)
Pengumpulan
Serasah Serasah semak (I) Serasah hutan (II)
Plot (II) vegetasi hutan